Minggu, 25 November 2012

:: ~ ^_^ TERSENYUMLAH ^_^ ~ ::

:: ~ ^_^ TERSENYUMLAH ^_^ ~ :: 


Tertawa yang wajar itu laksana 'balsem' bagi kegalauan dan 'salep' bagi kesedihan. Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergembira dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda' sempat berkata, "Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah SAW sendiri sesekali tertawa hingga tampak gerahamnya. Begitulah tertawa orang_orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta obatnya." 

Tertawa merupakan puncak kebahagiaan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah "Janganlah engkau banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati." Yakni tertawalah sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi, 
"Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." 

Orang Arab senang memuji orang yang murah senyum dan selalu tampak ceria. Menurut mereka, perangai yang demikian itu merupakan pertanda kelapangan dada, kedermawanan sifat, kemurahan sifat, kemurahan hati, kewibawaan perangai, dan ketanggapan pikiran. 

Dalam Faidhul Khathir, Ahamad Amin menjelaskan: "Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal_hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain." 

Senyuman tak akan ada harganya bila tidak tetbit dari hati yang tulus dan tabiat dasar seorang manusia.Setiap bunga tersenyum, hutan tersenyum, sungai dan laut juga tersenyum. Langit, bintang-gemintang dan burung_burung, semuanya tersenyum. Dan manusia, sesuai watak dasarnya adalah makhluk yang suka tersenyum. Itu bila dalam dirinya tidak bercokol penyakit tamak, jahat dan egoisme. 

Hidup ini adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan seni harus dipelajari serta ditekuni. Maka sangatlah baik bila manusia berusaha keras dan penuh kesungguhan mau belajar tentang bagaimana menghasilkan bunga_bunga, semerbak harum wewangian, dan kecintaan di dalam hidupnya. Itu lebih baik daripada ia terus menguras tenaga dan waktunya hanya untuk menimbun harta di saku atau gudangnya. Apalah arti hidup ini, bila hanya bisa untuk mengumpulkan harta benda dan tak dimanfaatkan sedikitpun untuk meningkatkan kualitas kasih sayang, cinta, keindahan dalam hidup ini...?? 

Tidak ada yang membuat jiwa dan wajah menjadi demikian muram selain keputusasaan. Maka, jika anda menginginkan senyuman, tersenyumlah terlebih dahulu dan perangilah keputusasaan. Percayalah, kesempatan itu selalu terbuka, kesuksessan selalu membuka pintunya untuk anda dan untuk siapa saja. Karena itu, biasakan pikiran anda agar selalu menatap harapan dan kebaikan di masa yang akan datang. 

Penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal tidaklah sama dengan penerimaanya terhadap seseorang pendidik yang telah berjasa mengembangkan dan mengarahkan bakat alamiahnya, meluaskan cakrawala pemikirannya, menanamkan kebiasaan ramah dan murah hati dalam dirinya, mengajarkan kepadanya bahwa sebaik_baik tujuan hidup adalah berusaha menjadi sumber kebaikan bagi masyarakatnya sesuai dengan kemampuannya, mengarahkannya agar senantiasa menjadi matahari yang memancarkan cahaya, kasih sayang dan kebaikan, dan yang telah menuntunnya agar memiliki hati yang penuh dengan empati, kasih sayang, rasa perikemanusiaan, serta merasa senang berbuat baik kepada siapa saja yang berhubungan dengannya. 

Sungguh, kita sangat butuh pada senyuman, wajah yang selalu berseri, hati yang lapang, akhlak yang menawan, jiwa yang lembut, dan pembawaan yang tidak kasar. "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian berendah hati, hingga tidak ada salah seorang di antaramu yang berlaku jahat pada yang lain dan tidak ada salah seorang di antaramu yang membanggakan diri atas yang lain." (Al- Hadits) 

Di kutip dari : La Tahzan ( Jangan Bersedih ! ) Karya : Dr. 'Aidh al-Qarni

0 komentar:

Posting Komentar